Keamanan penerbangan Indonesia
kembali dipertanyakan pasca lolosnya seorang pemuda yang nekat menerobos
Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru dan menumpang di roda pesawat
Garuda Indonesia tujuan Jakarta.
Kejadian yang terjadi pada hari Selasa, 7
April lalu tersebut benar-benar mencoreng dunia penerbangan Indonesia.
Di tengah upaya memperbaiki karut-marut yang dilakukan oleh Kementerian
Perhubungan, seorang pemuda berusia 21 tahun yang bernama Mario Steven
Ambareta membuktikan bahwa pengawasan dan pengamanan di bandara-bandara
Indonesia masih jauh dari standar.
Mario, yang terobsesi ingin melihat
Jakarta yang diakuinya sebagai kota kelahirannya, rupanya mempersiapkan
rencananya dengan sangat matang. Selama satu tahun ia mengamati proses
pengamanan bandara dan proses pesawat tinggal landas di Bandara Sultan
Syarif Kasim II. Ia juga mempelajari mengenai bagaimana cara menumpang
di roda pesawat dengan aman dari internet.
Setelah mempertimbangkan beberapa
maskapai penerbangan seperti Citilink, Batik Air, Lion Air dan Garuda
Indonesia, akhirnya Mario memilih pesawat Boeing 737-800 Garuda
Indonesia untuk melakukan aksinya.
Tepat tengah hari Selasa itu, pemuda
yang tinggal di Rokan Hilir Pekanbaru tersebut mulai menjalankan aksinya
dengan menerobos pagar bandara dan menunggu pesawat Garuda Indonesia
dengan nomor penerbangan GA 177 yang akan berangkat ke Jakarta. Saat
pesawat berputar untuk melakukan tinggal landas di ujung landasan, Mario
segera berlari ke arah pesawat. Namun ia terpental akibat terkena
hembusan mesin pesawat.
Tak mau menyerah, Mario segera bangkit
dan kembali berupaya berrlari menuju roda pesawat dan segera duduk di
ruang penyimpanan roda yang tak terlalu bes. Selama 1,5 jam, Mario duduk
di ruangan tersebut dengan oksigen yang sangat tipis ditengah suhu yang
bisa mencapai minus 40 derajat celcius, sampai pesawat mendarat di
Bandara Soekarno – Hatta, Banten.
Namun setelah pesawat parkir, Mario yang
berjalan terhuyung-huyung dalam keadaan telinga mengeluarkan darah dan
jari-jari membiru segera tertangkap oleh petugas aviation security yang berdiri di dekat pesawat dan dibawa ke instalasi kesehatan bandara akibat kondisinya yang sangat buruk.
Segera saja dunia penerbangan Indonesia
heboh. Bandara yang seharusnya steril bisa dengan mudahnya ditembus oleh
seorang pemuda tanpa perlu peralatan canggih, hanya bermodal kenekatan.
Kementerian Perhubungan sebagai regulator, segera melakukan konsolidasi
mengenai pengamanan dengan Angkasa Pura I dan II yang banyak mengelola
bandara besar di Indonesia.
Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian
memberikan tenggat waktu hingga bulan Agustus mendatang untuk memenuhi
standar keamanan bandara domestik, antara lain dengan melakukan
perbaikan standar keamanan bandara agar sesuai dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 33 tahun 2015 tentang Pengendalian Jalan Masuk Ke
Bandar Udara.
Direktur Keselamatan Penerbangan, Yurlis
Hasibuan menegaskan bahwa standar tersebut harus dipenuhi dalam tempo
enam bulan sejak aturan tersebut diterbitkan pada bulan Februari lalu.
Menurutnya, pihak bandara harus membangun pagar pembatas dengan
ketinggian yang cukup dan pemasangan lampu di titik-titik yang rawan
penyusupan. Selain itu untuk bandara internasional, diterapkan ketentuan
tambahan yaitu penggunaan sistem elektronik yang terintegrasi dengan
pas masuk bandara di setiap pintu masuk. “Semua akses nantinya harus
menggunakan finger print (akses sidik jari),” ujar Yurlis pertengahan April.
Yurlis menjelaskan, untuk bandara
internasional harus juga dibangun pembatas fisik yang berupa pagar
dengan ketinggian 2,44 meter yang dipasangi kawat berduri di bagian
atasnya. Pagar ini tidak boleh menyisakan celah sama sekali dan
dilengkapi pula dengan penerangan dan pengawasan berkala setiap dua jam
sekali.
“Kalau Angkasa Pura tidak dapat memenuhinya, akan kita berikan sanksi. Misalnya jika mereka minta kenaikan airport tax tidak akan kami kabulkan,” tegasnya.
Asosiasi maskapai penerbangan Indonesia
atau INACA menyatakan mayoritas bandara di Indonesia masih belum
memenuhi standar keamanan seperti seharusnya, terutama di
bandara-bandara di wilayah timur Indonesia. Bahkan menurut INACA,
Bandara Soekarno – Hatta yang merupakan bandara terbesar di Indonesia
sendiri masih belum bisa dibilang aman. “Pihak security di
Bandara Changi Singapura sering menunggu pesawat yang dari Jakarta dan
melakukan pemeriksaan tambahan,” ujar Sekjen INACA, Tengku Burhanuddin.
Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa
pihak luar negeri masih belum yakin akan keamanan bandara-bandara di
Indonesia sehingga perlu melakukan pemeriksaan bagi penumpang yang baru
datang. Untuk itu Tengku meminta pihak Kementerian Perhubungan melakukan
audit terhadap keamanan bandara-bandara yang ada di Indonesia, terutama
bandara internasional.
“Bandara internasional harus seusai
dengan standar TSA (transportation security administration). Ini tugas
bagi Kementerian Perhubungan,” ucap Tengku.
Pernyataan Tengku bahwa bandara-bandara
di Indonesia mayoritas masih belum memenuhi kriteria keamanan ini diakui
oleh Angkasa Pura I yang mengelola 13 bandara di Indonesia. Menurut
Direktur Utama Angkasa Pura I, Tommy Soetomo, sebagian dari
bandara-bandara yang dikelolanya tersebut masih belum memenuhi standar
keamanan, terutama di kawasan Indonesia Timur. “Kasus yang paling banyak
terjadi adalah warga membolongi pagar pengaman dan masuk ke wilayah
bandara,” ujarnya.
Tommy menyatakan pihaknya tak akan mampu
sendirian menangani masalah ini, diperlukan koordinasi dengan
pemerintah daerah dan juga pihak kepolisian. “Susah kalau kami sendirian
harus berhadapan dengan masyarakat,” keluhnya.
Sementara itu Direktur Utama Angkasa
Pura II, Budi Karya Sumadi, mengatakan insiden penyusupan yang terjadi
di bawah bandara yang dikelolanya tersebut sebagai kesempatan untuk
melakukan evaluasi internal mengenai aspek keamanan di bandara yang
dikelolanya.
“Saya tidak ingin mengatakan kejadian
penyusupan ini telah membuka bobroknya pengamanan di bandara, tapi saya
menganggapnya sebagai hikmah untuk Angkasa Pura,” ujarnya.
Budi tidak membantah bahwa pelayanan dan
pengamanan di semua bandara yang dikelola Angkasa Pura II masih belum
memenuhi standar. Untuk itu ia menyatakan sangat serius menanggapi
insiden penerobosan ini, antara lain dengan segera meningkatkan
kerjasama keamanan dengan TNI AU di Lanud Roesmin Nurjadin yang berada
satu wilayah dengan Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru agar
kejadian serupa tidak terulang kembali.
Selain itu Budi mengatakan, pasca
kejadian penyusupan tersebut pihaknya juga melakukan rotasi jajaran
manajemen di Bandara Sultan Syarif Kasim II dengan mengganti General
Manager yang dijabat Slamet Samiaji yang baru menjabat dua minggi. Budi
mengatakan, pihaknya menunjuk Dani Indra Iriawan sebagai pengganti
Slamet dengan target untuk segera melakukan perbaikan. “Kita punya
target agar bandara di Indonesia bisa masuk 10 besar di seluruh bandara
dunia,” ucapnya.
Pengamat penerbangan, Alvin Lie mengatakan selama ini umumnya pengamanan bandara hanya berpusat di wilayah landside atau di gedung terminal yang berurusan langsung dengan penumpang. “Di wilayah airside
(wilayah sisi udara) justru pemeriksaannya tidak seketat di landside.
Fasilitas pemeriksaan pekerja dan mobil yang keluar masuk tidak sebagus
yang digunakan di gedung terminal,” ujar Alvin Lie.
Menurutnya, pemeriksaan di sisi airside kerap kali hanya dilakukan secara manual tanpa mesin x-ray seperti yang dilakukan di bagian landside,
terutama untuk bandara menengah dah kecil. “Terbukti berulang kali
terjadi pencurian bagasi, avtur, dan juga lampu landasan pacu. Jelas ini
merupakan indikasi mudahnya pengamanan ini ditembus,” ujarnya.
EmoticonEmoticon