Sunday, July 19, 2015

Keamanan Bandara di Indonesia Masih Dipertanyakan

Keamanan penerbangan Indonesia kembali dipertanyakan pasca lolosnya seorang pemuda yang nekat menerobos Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru dan menumpang di roda pesawat Garuda Indonesia tujuan Jakarta.



Kejadian yang terjadi pada hari Selasa, 7 April lalu tersebut benar-benar mencoreng dunia penerbangan Indonesia. Di tengah upaya memperbaiki karut-marut yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, seorang pemuda berusia 21 tahun yang bernama Mario Steven Ambareta membuktikan bahwa pengawasan dan pengamanan di bandara-bandara Indonesia masih jauh dari standar.

Mario, yang terobsesi ingin melihat Jakarta yang diakuinya sebagai kota kelahirannya, rupanya mempersiapkan rencananya dengan sangat matang. Selama satu tahun ia mengamati proses pengamanan bandara dan proses pesawat tinggal landas di Bandara Sultan Syarif Kasim II. Ia juga mempelajari mengenai bagaimana cara menumpang di roda pesawat dengan aman dari internet.

Setelah mempertimbangkan beberapa maskapai penerbangan seperti Citilink, Batik Air, Lion Air dan Garuda Indonesia, akhirnya Mario memilih pesawat Boeing 737-800 Garuda Indonesia untuk melakukan aksinya.

Tepat tengah hari Selasa itu, pemuda yang tinggal di Rokan Hilir Pekanbaru tersebut mulai menjalankan aksinya dengan menerobos pagar bandara dan menunggu pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 177 yang akan berangkat ke Jakarta. Saat pesawat berputar untuk melakukan tinggal landas di ujung landasan, Mario segera berlari ke arah pesawat. Namun ia terpental akibat terkena hembusan mesin pesawat.

Tak mau menyerah, Mario segera bangkit dan kembali berupaya berrlari menuju roda pesawat dan segera duduk di ruang penyimpanan roda yang tak terlalu bes. Selama 1,5 jam, Mario duduk di ruangan tersebut dengan oksigen yang sangat tipis ditengah suhu yang bisa mencapai minus 40 derajat celcius, sampai pesawat mendarat di Bandara Soekarno – Hatta, Banten.

Namun setelah pesawat parkir, Mario yang berjalan terhuyung-huyung dalam keadaan telinga mengeluarkan darah dan jari-jari membiru segera tertangkap oleh petugas aviation security yang berdiri di dekat pesawat dan dibawa ke instalasi kesehatan bandara akibat kondisinya yang sangat buruk.

Segera saja dunia penerbangan Indonesia heboh. Bandara yang seharusnya steril bisa dengan mudahnya ditembus oleh seorang pemuda tanpa perlu peralatan canggih, hanya bermodal kenekatan. Kementerian Perhubungan sebagai regulator, segera melakukan konsolidasi mengenai pengamanan dengan Angkasa Pura I dan II yang banyak mengelola bandara besar di Indonesia.

Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian memberikan tenggat waktu hingga bulan Agustus mendatang untuk memenuhi standar keamanan bandara domestik, antara lain dengan melakukan perbaikan standar keamanan bandara agar sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 tahun 2015 tentang Pengendalian Jalan Masuk Ke Bandar Udara.

Direktur Keselamatan Penerbangan, Yurlis Hasibuan menegaskan bahwa standar tersebut harus dipenuhi dalam tempo enam bulan sejak aturan tersebut diterbitkan pada bulan Februari lalu. Menurutnya, pihak bandara harus membangun pagar pembatas dengan ketinggian yang cukup dan pemasangan lampu di titik-titik yang rawan penyusupan. Selain itu untuk bandara internasional, diterapkan ketentuan tambahan yaitu penggunaan sistem elektronik yang terintegrasi dengan pas masuk bandara di setiap pintu masuk. “Semua akses nantinya harus menggunakan finger print (akses sidik jari),” ujar Yurlis pertengahan April.



Yurlis menjelaskan, untuk bandara internasional harus juga dibangun pembatas fisik yang berupa pagar dengan ketinggian 2,44 meter yang dipasangi kawat berduri di bagian atasnya. Pagar ini tidak boleh menyisakan celah sama sekali dan dilengkapi pula dengan penerangan dan pengawasan berkala setiap dua jam sekali.

“Kalau Angkasa Pura tidak dapat memenuhinya, akan kita berikan sanksi. Misalnya jika mereka minta kenaikan airport tax tidak akan kami kabulkan,” tegasnya.

Asosiasi maskapai penerbangan Indonesia atau INACA menyatakan mayoritas bandara di Indonesia masih belum memenuhi standar keamanan seperti seharusnya, terutama di bandara-bandara di wilayah timur Indonesia. Bahkan menurut INACA, Bandara Soekarno – Hatta yang merupakan bandara terbesar di Indonesia sendiri masih belum bisa dibilang aman. “Pihak security di Bandara Changi Singapura sering menunggu pesawat yang dari Jakarta dan melakukan pemeriksaan tambahan,” ujar Sekjen INACA, Tengku Burhanuddin.

Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa pihak luar negeri masih belum yakin akan keamanan bandara-bandara di Indonesia sehingga perlu melakukan pemeriksaan bagi penumpang yang baru datang. Untuk itu Tengku meminta pihak Kementerian Perhubungan melakukan audit terhadap keamanan bandara-bandara yang ada di Indonesia, terutama bandara internasional.

“Bandara internasional harus seusai dengan standar TSA (transportation security administration). Ini tugas bagi Kementerian Perhubungan,” ucap Tengku.

Pernyataan Tengku bahwa bandara-bandara di Indonesia mayoritas masih belum memenuhi kriteria keamanan ini diakui oleh Angkasa Pura I yang mengelola 13 bandara di Indonesia. Menurut Direktur Utama Angkasa Pura I, Tommy Soetomo, sebagian dari bandara-bandara yang dikelolanya tersebut masih belum memenuhi standar keamanan, terutama di kawasan Indonesia Timur. “Kasus yang paling banyak terjadi adalah warga membolongi pagar pengaman dan masuk ke wilayah bandara,” ujarnya.

Tommy menyatakan pihaknya tak akan mampu sendirian menangani masalah ini, diperlukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan juga pihak kepolisian. “Susah kalau kami sendirian harus berhadapan dengan masyarakat,” keluhnya.

Sementara itu Direktur Utama Angkasa Pura II, Budi Karya Sumadi, mengatakan insiden penyusupan yang terjadi di bawah bandara yang dikelolanya tersebut sebagai kesempatan untuk melakukan evaluasi internal mengenai aspek keamanan di bandara yang dikelolanya.

“Saya tidak ingin mengatakan kejadian penyusupan ini telah membuka bobroknya pengamanan di bandara, tapi saya menganggapnya sebagai hikmah untuk Angkasa Pura,” ujarnya.

Budi tidak membantah bahwa pelayanan dan pengamanan di semua bandara yang dikelola Angkasa Pura II masih belum memenuhi standar. Untuk itu ia menyatakan sangat serius menanggapi insiden penerobosan ini, antara lain dengan segera meningkatkan kerjasama keamanan dengan TNI AU di Lanud Roesmin Nurjadin yang berada satu wilayah dengan Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Selain itu Budi mengatakan, pasca kejadian penyusupan tersebut pihaknya juga melakukan rotasi jajaran manajemen di Bandara Sultan Syarif Kasim II dengan mengganti General Manager yang dijabat Slamet Samiaji yang baru menjabat dua minggi. Budi mengatakan, pihaknya menunjuk Dani Indra Iriawan sebagai pengganti Slamet dengan target untuk segera melakukan perbaikan. “Kita punya target agar bandara di Indonesia bisa masuk 10 besar di seluruh bandara dunia,” ucapnya.


Pengamat penerbangan, Alvin Lie mengatakan selama ini umumnya pengamanan bandara hanya berpusat di wilayah landside atau di gedung terminal yang berurusan langsung dengan penumpang. “Di wilayah airside (wilayah sisi udara) justru pemeriksaannya tidak seketat di landside. Fasilitas pemeriksaan pekerja dan mobil yang keluar masuk tidak sebagus yang digunakan di gedung terminal,” ujar Alvin Lie.

Menurutnya, pemeriksaan di sisi airside kerap kali hanya dilakukan secara manual tanpa mesin x-ray seperti yang dilakukan di bagian landside, terutama untuk bandara menengah dah kecil. “Terbukti berulang kali terjadi pencurian bagasi, avtur, dan juga lampu landasan pacu. Jelas ini merupakan indikasi mudahnya pengamanan ini ditembus,” ujarnya.




EmoticonEmoticon